Perumahan dan kawasan permukiman berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Bila didetailkan makna dari Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan Kawasan permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Pemenuhan kebutuhan akan rumah di dalam kawasan permukiman menjadi isu yang terus mencuat saat ini, Perumahan dan Pemukiman pengembangan permukiman di perkotaan pada hakekatnya untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan pedesaan yang layak huni (livible), aman (safe), nyaman (comfortable), damai (peaceful) dan sejahtera (prosperous) serta berkelanjutan (sustainable).
Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian besar disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun sewa mandiri kepada pihak lain. Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya keterjangkauan pembiayaan rumah, dilain pihak, kredit pemilikan rumah dari perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap pihak dapat memperolehnya dengan mudah serta suku bunga yang tidak murah.
Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.
Bila kita melihat turunan dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 dalam bentuk Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2016 tentang penyelengaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman maka dapat kita dimaknai bahwa penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman perlu dilakukan perencanaan, dibangun dengan baik, dimanfaatkan, dan dikendalikan dengan baik termasuk didalamnya mengenai kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan serta peran serta masyarakat yang terpadu dan terkoordinasi dengan baik. Dalam hal ini maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perumahan rakyat dan kawasan permukiman mempunyai tahapan-tahapan yang dikoordinir oleh pemerintah agar arah dan tujuan pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman berjalan dan terintegrasi.
A. Isu Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Kota Banda Aceh
Pertama, tingginya harga barang pokok berimbas pada tingginya harga barang lain dan sangat berpengaruh pada sektor real (konstruksi) yang ada di Kota Banda Aceh sehingga berdampak pada mahalnya harga bahan bangunan yang secara langsung akan mempengaruhi harga dari untuk pembangunan rumah itu sendiri;
Kedua, peruntukan tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan perumahan yang cenderung mempengaruhi kondisi tata ruang sehingga berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah karena pelanggaran terhadap RTRW Kota Banda Aceh;
Ketiga, laju urbanisasi di daerah tumbuh cepat sebagai tantangan bagi pemerintah Kota Banda Aceh dan harus direspon secara positif agar pertumbuhan lebih merata;
Keempat, terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami tingkat urbanisasi dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber daya alam dengan munculnya kantong daerah kumuh;
Kelima, konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak pada suatu kelompok dalam pembangunan perumahan dan permukiman dengan fungsi aparat Gampong terlangkahi;
Keenam, lambatnya respon pemerintah setempat dalam percepatan pembangunan perumahan dan penyediaan kawasan permukiman yang baik.
1. Permasalahan Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Kota Banda Aceh
Belum terkendalinya sistem perencanaan dan pengelolaan kota yang tepat akan menjadi permasalah khusus yang membutuhkan penangan intensif sebelum terjadi lonjakan pertambahan penduduk ditambah dengan laju urbanisasi karena seksinya Ibukota provinsi dengan segala keberagamannya akan menjadi penyebab utama yang memicu timbulnya permasalahan perumahan dan permukiman.
Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah isu utama yang selalu mendapat perhatian lebih dari pemerintah Kota Banda Aceh. Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus meningkat, seirama dengan pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial ekonomi yang semakin berkembang. Berdasarkan data BPS pada tahun 2015 pada tabel 1 bila dipersentasekan rumah tangga berdasarkan status penguasaan bangunan tempat tinggal di Kota Banda Aceh, 2012-2014 dibawah ini :
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan rumah tinggal yang merupakan milik sendiri masih tinggi dari tahun 2012 – 2014 dibandingkan dengan kepemilikan dengan kontrak rumah dengan selisih ± 20% dan pada tahun 2013 – 2014 tingkat kepemilikan rumah untuk milik sendiri cenderung stagnan hal ini berbanding terbalik dengan penguasaan bangunan dengan cara mengontrak terdapat kenaikan sampai 2%, nilai 2% ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah kota untuk mendata latar belakang mengapa peningkatan 2% ini terjadi pada tiap tahunnya.
Dengan acuan tersebut maka bila kita ambil 2% kenaikan pertahunnya untuk kepemilikan rumah kotrak, maka bila bisa kita prediksi untuk 2014 – 2016 kenaikan ± 6% dan kenaikan ini dikalikan dengan jumlah penduduk Kota Banda Aceh pada tahun 2016 saja maka 6% x 260.000 jiwa = 15.600 jiwa dibagi pe KK/Kepala Keluarga (asumsi 1 KK 5 jiwa) hasilnya 15.600 KK dibagi 5 jiwa , jadi sebanyak 3.120 KK yang belum memiliki rumah, hal ini belum lagi ditambahkan dengan kepemilikan bebas sewa yang berkeinginan juga untuk memiliki rumah sehat.
Dari gambaran di atas maka akan menjadi pekerjaan yang cukup berat bagi Instansi yang secara khusus membidangi masalah perumahan, karena masih banyak variabel-variabel dan persyaratan lain yang menjadi indikator besaran kepemilikan rumah di Kota Banda Aceh.
Terdapat variabel yang akan menjadi tolok ukur keberhasilan penataan kebutuhan perumahan rakyat dan kawasan permukiman sebagai berikut :
1. Kependudukan
Berdasarkan jumlah penduduk Kota Banda Aceh pada tahun 2016 yakni 260.000 jiwa dengan tingkat kepemilikan rumah sebesar 15.600 KK yang artinya terdapat 3.120 unit rumah yang harus ada sehingga pengaruh pertambahan penduduk sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan untuk kepemilikan rumah, belum lagi laju urbanisasi yang turut memberikan dampak signifikan bagi perkembangan terhadap laju kepadatan penduduk Kota Banda Aceh.
2. Konsep RTRW
Penataan ruang yang merupakan konsep awal atas alokasi penempatan dan peruntukan ruang wilayah suatu kota juga akan memberikan sumbangsih pemerataan penyebaran kependudukan dan pemerataan dalam pembangunan yang dilakukan oleh Kota Banda Aceh, konsep RTRW Kota Banda Aceh berdasarkan Qanun Nomor 4 Tahun 2009 berikut revisi Qanun tersebut, menyebutkan secara terukur peruntukan Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh. Pesatnya pembangunan perumahan di Kota Banda Aceh bila tidak dikontrol dengan baik akan menjadi bumerang bagi Kota Banda Aceh dan ini akan menjadi menyebabkan keadaan kota Banda Aceh semakin hari semakin tidak jelas arah pengembangannya.
3. Perencanaan Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2016 tentang penyelengaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Perencanaan merupakan salah aspek yang tidak terpisahkan dari satuan sistem dalam peraturan tersebut, dengan perencanaan yang matang, sinergis dan terintegrasi dalam setiap sektor akan menghasilkan output pengembangan perumahan dan pemukiman yang unggul. Belum optimalnya perencanaan berakibat pada lemahnya arah kebijakan pengembangan, tumpang tindihnya rencana aksi pengembangan antar lini, dan tidak terfokusnya prioritas pengembangan dan pemenuhan perumahan rakyat dan kawasan pemukiman.
Konsep perencanaan yang terintegrasi yang salah satunya adalah menyusun dokumen Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah ( RP4D ) Kota Banda Aceh, dokumen data base kampung kumuh, singkronisasi program untuk pencapaian Target 100-0-100, yaitu 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh, dan 100% akses sanitasi yang mengakomodasi perkembangan wilayah, perkembangan permukiman yang semakin intensif tetapi tetap memperhatikan lingkungan yang keberlanjutan (sustainable development). Dengan adanya dokumen-dokumen pendukung tersebut, diharapkan arah kebijakan pengembangan/ Development policy tentang perumahan dan pemukiman dapat menumbuhkan lingkungan hidup perumahan yang lebih sehat dan terkendali serta terintegrasi.
4. Sarana dan Prasarana
Ketika berbicara masalah sarana dan prasarana maka akan berhadapan dengan pembangunan fisik, konsep perencanaan sarana dan prasarana perumahan juga harus terintegrasi secara baik sesuai dengan peruntukan dengan menghadirkan fasilitas-fasilitas yang mengikuti konsep green city dan smart city yang saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, tanpa mengurangi nilai dari kawasan perumahan dan permukiman tersebut.
5. Lahan Perumahan dan Permukiman
Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar akan selalu dihadapkan kepada masalah tanah yang mulai tidak bisa dijangkau oleh masyarakat golongan lemah dan pemerintah kota karena semakin tidak logisnya harga tanah tersebut. Dengan luasan kota Banda Aceh sebesar 61,36 km² memberikan konflik di bidang agraria karena sedikitnya lahan dan tidak sedikit areal rawa atau area yang peruntukannya untuk ruang terbuka hijau yang disulap menjadi kawasan permukiman karena lemahnya regulasi agraria, hal ini terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan permintaan akan sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya. Konsekuensi logis dari penggunaan tanah sebagai kawasan perumahan dan permukiman ini menyebabkan menurun dan terganggunya kualitas ekosistem.
6. Pembiayaan
Secara mikro Pembiayaan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2016 menjadi salah faktor penentu karena aturan perbankan akan menyesuaikan dengan peraturan yang ada, hal ini disebabkan oleh kemampuan ekonomis masyarakat untuk menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat lemah, karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah (berdasarkan data BPS Kota Banda Aceh Penduduk Miskin di Kota Banda Aceh pada 2010-2013 dengan di interpolasikan sampai tahun 2016 jumlah penduduk miskin di Kota Banda Aceh dalam kisaran ± 8,7 %), sedangkan secara makro hal ini juga tidak terlepas dari kemampuan ekonomi nasional untuk mendukung pemecahan masalah perumahan secara menyeluruh.
7. Teknologi konstruksi
Penguasaan teknologi konstruksi faktor pendukung program pembangunan perumahan rakyat ini adalah ketersediaan bahan bangunan dan distribusinya yang erat kaitannya dengan harga serta kemampuan sumber daya konstruksi untuk penjaminan mutu konstruksi, sehingga kualitas konstruksi sesuai dengan harapan, baik kualitas maupun kuantitas pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman.
8. Kelembagaan
Kelembagaan dibidang perumahan, merupakan satu kesatuan sistem kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan perumahan secara terencana, terarah dan terintegrasi, baik itu yang berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan pengaturan maupun regulasi pada berbagai level pemerintahan, maupun lembaga dan rekanan pelaksana pembangunan di sektor perumahan.
9. Peran dan Dukungan Masyarakat
Peran serta masyarakat sebagai penerima manfaat dari hasil pembangunan perumahan memberikan dampak positif dalam pemenuhan pembangunan perumahan disamping itu pemenuhan pembangunan perumahan juga menjadi tanggung jawab masyarakat, baik itu secara perorangan maupun secara bersama-sama, sedangkan peran pemerintah hanyalah sebagai pengatur, pembina dan membantu serta menciptakan kondisi yang baik agar masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan mereka. Masyarakat yang aktif akan menjadi agent of change dari program pemerintah dalam pemenuhan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
10. Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan baik ditingkat pemeritah pusat sampai pada peraturan daerah harus terintegrasi secara baik agar arah dan tujuan pemenuhan perumahan bagi masyarakat dan pemenuhan kawasan permukiman dari berjalan dengan baik. (#wyn)